Categories: Tokoh

Mengenal KH Fakhruddin Banjarwaru, Sosok Kiai Kampung Kharismatik yang Sederhana

NU Batang
KH Fakhruddin adalah sosok kiai kampung yang sangat sederhana dan cukup kharismatik di mata masyarakat sekitar. Beliau adalah pendiri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum Banjarwaru yang kala itu adalah madin terbesar di Kecamatan Bawang. Saat itu santri di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum Banjarwaru mencapai 600 (enam ratus)an. Sekarang, hampir setiap kampung sudah terdapat madrasah diniyah, dan semua itu merupakan buah hasil dari didikan KH Fakhruddin alias mutakhorrijin atau alumni Madin Miftahul Ulum Banjarwaru.

Beliau sangat aktif di bidang sosial keagamaan NU (Nahdlatul Ulama). Disamping itu, beliau juga sangat dekat dengan dunia pesantren. Hal itu dikarenakan beliau merupakan alumni Pondok Pesantren Annur Kersan Pegandon yang diasuh oleh KH Ahmad Nur Fatoni. KH Fakhruddin kurang lebih nyantri di pondok tersebut selama 13 tahun sehingga beliau sangat dekat dengan keluarga ndalem (keluarga kiai). Sewaktu beliau di pondok, beliaulah yang mengasuh putra kiai yaitu KH Subkhan Nur yang konon adalah penerus pengasuh Pondok Pesantren Kersan Pegandon Kendal dan saat ini sudah dilanjutkan oleh cucunya. Hingga saat ini keluarga besar KH Fakhruddin masih sangat dekat dengan keluarga Pondok Kersan. Maka dari itu, sosok Kiai Fakhruddin menjadi sangat menarik untuk di kaji dalam penulisan ini.

Riwayat hidup KH Fakhruddin

KH Fakhruddin lahir di Batang, 17 Mei 1931 M dari pasangan KH Hasan dan Hj Aisyah. Beliau wafat pada 19 September 2003 M atau 22 Rajab 1424 H. Beliau di makamkan di TPU Banjarwaru. KH Fakhrudin adalah anak ke tiga dari sembilan bersaudara yang mayoritas adalah petani kecuali satu saudaranya yang berprofesi pedagang yakni KH Rohmat adik kandung ke delapan.

KH Fakhruddin menikah dengan Hj Khomsatun dan dikaruniai 12 orang anak dan yang masih hidup sampai saat ini adalah 7 anak, yaitu: 1) Hj Badriyah, 2) KH Masrur Fakhruddin (ketua Tanfidziyah MWC NU Kecamatan Bawang), 3) Kiai Masrokhan, 4) Mutiah, 5) Mustofiyah, 6) Ky Nikmarofik, 7) Siti Aisyah.

Riwayat pendidikan

KH Fakhrudin mengawali pendidikannya di Madrasah non formal/Pondok Pesantren di Desa Pabelan Kecamatan Bawang (sekarang desa tersebut sudah tidak ada penghuninya dan sudah berubah menjadi persawahan) kurang lebih sekitar tahun 1938-1940. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) zaman penjajahan Jepang, namun beliau hanya 2 (Dua) tahun di sekolah rakyat 1940-1942 di Desa Jlamprang. Setelah itu, KH Fakhruddin melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Annur Kersan Pegandon Kendal 1942-1952.

Pengalaman organisasi

KH Fakhruddin merupakan sosok kiai kampung yang pada saat itu hanya berkutat di daerah setempat, sehingga untuk pengalaman organisasinnya beliau hanya sampai pada tingkat kecamatan saja. Walaupun seperti itu, sosoknya yang sangat kharismatik tetap menjadi panutan bagi banyak orang. Saat KH Fakhruddin berada di pondok pesantren, beliau aktif di organisasi yang berhubungan dengan NU, salah satunya adalah GP Ansor (saat itu belum ada IPNU-IPPNU).

Setelah pulang dari pondok pesantren tahun 1952, beliau tetap aktif melanjutkan di organisasi sayap NU yakni GP Ansor. Kemudian berlanjut sampai beliau sepuh tetap selalu berhidmat terhadap organisasi yang didirikan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Beliau menjabat sebagai Mustasyar MWC NU Bawang tahun 2003 sampai wafat.
Beliau juga pernah menjadi pengurus KBIH NU Kecamatan Bawang tahun 2002, beliau juga aktif di organisasi perkumpulan ustadz/ustadzah Madrasah Diniyah se kecamatan Bawang yang saat itu diketuai oleh Drs KH Muh Hasyim Asy’ari, BA.

Selain itu, beliau juga aktif di organisasi NU Ranting Wonosari Bawang. Beliau juga merupakan salah satu pencetus kegiatan selapanan NU Ranting Wonosari Bawang yang hingga saat ini kegiatan tersebut masih dilestarikan dan dilanjutkan oleh Jam’iyyah NU Ranting Wonosari Bawang. Selapanan Kamis Wage yang awalnya diadakan setiap malam kamis wage ini, seiring berjalannya waktu, sekarang kegiatan tersebut dirubah menjadi sore hari setiap kamis wage.

Pengalaman pekerjaan

Setelah pulang dari pondok pesantren tahun 1952 KH Fakhruddin bekerja sebagai petani utun (mligi). Disamping pekerjaan utamanya itu, beliau adalah petani yang kesehariannya tidak pernah lepas dari urusan sosial keagamaan.
Setiap hari sehabis subuh beliau mengajar Al-Qur’an kepada anak-anak di masjid kecuali setiap hari Jumat. Beliau juga memimpin kuliah subuh kajian Tafsir Al-Qur’an Jalalain (umum).

Setelah selesai dari masjid, beliau lantas pulang untuk sarapan lalu melanjutkan pekerjaan utama beliau yaitu ke sawah untuk bertani/bercocok tanam sampai menjelang waktu dzuhur. Setelah dzuhur, beliau melanjutkan aktivitas untuk mengajar di Madin Miftahul Ulum Banjarwaru sampai waktu asar. Setelah jama’ah shalat asar, beliau kembali ke sawah. Beliau juga tidak lupa mutholaah kitab sampai maghrib tiba. Sehabis maghrib, beliau mengajar anak-anak lagi sampai waktu isya’ tiba, sehabis jama’ah isya’ beliau kembali mengajar anak-anak sampai jam sembilan malam.

Disamping kegiatan beliau sehari-hari seperti di atas, beliau juga aktif dibidang organisasi sosial keagamaan, baik di Ranting NU, MWC NU, IPHI, juga Jam’iyyah Thoriqoh Almu’tabaroh dan lain sebagainya. Karena jiwa dan raga beliau sudah diinfakkan untuk kegiatan sosial keagamaan, terkadang istrinya sampai protes karena merasa bahwa sang suami kurang perhatian terhadap keluarga, sampai-sampai urusan keuangan pun dipegang oleh istrinya (Hj Khomsatun).

Suatu ketika, istrinya (Hj Khomsatun) jatuh sakit dan kritis sehingga tetangga ramai berduyun-duyun menjenguk ke rumah. Namun, pada saat itu KH Fakhruddin tetap istiqomah mengajar anak-anak di masjid karena menjalankan tugas sehari-harinya. Pada saat acara selapanan kamis wage kondisi cuaca sedang sangat buruk, angin ribut, atap rumah banyak yang jatuh, pohon-pohon banyak yang tumbang. Akan tetapi, beliau tetap berangkat menghadiri acara selapanan tersebut. Ketika beliau berangkat, beliau harus melewati jalur kebun yang sepi dan sangat gelap, sehingga istrinya menangis karena khawatir jika terjadi sesuatu dengan KH Fakhruddin.

Peninggalan dan karya KH Fakhruddin

  1. Pendiri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum Banjarwaru Bawang 1952.
  2. Salah satu perintis selapanan Kamis Wagean NU Ranting Wonosari + 1977 yang sampai saat ini masih berjalan lancar.
  3. Salah satu pendiri MTs Hasyim Asy’ari Bawang Batang yang berlanjut berdirinya Pondok Pesantren Khusnul Anwar Banjarwaru dan MA Hasyim Asy’ari Bawang Batang oleh putranya yakni KH Masrur Fakhruddin.

Sikap dan watak KH Fakhruddin yang menjadi kebanggaan keluarga

Istiqomah
KH Fakhruddin salah satu kiai yang punya sikap istiqomah dalam hal mengabdikan dirinya untuk sosial dan agama. Tidak peduli cuaca buruk, keadaan sibuk ataupun juga ada keluarga yang sakit beliau tetap mengutamakan kepentingan yang lain. Suatu ketika ada orang yang mengancam akan membunuh beliau karena setiap Jumat selalu mengaji pakai pengeras suara sehingga orang tersebut merasa terganggu dan tersinggung tetapi beliau tetap mengaji dan tidak pernah gentar/mundur untuk menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat dengan motto beliau “Qulil haqqa walau kaana murro”;

Tanggung jawab
Beliau ketika diberi amanah oleh warga selalu berusaha untuk selalu bertanggung jawab melaksanakan amanah tersebut. Suatu ketika beliau dan tetangga-tetangga lain diundang untuk menghadiri acara syukuran di desa sebelah, ternyata semua tetangga yang lain tidak ada yang menghadiri undangannya bahkan tetangga desa yang berketempatan pun tidak ada yang hadir kecuali dari pihak keluarga, sampai-sampai orang bertanya “kok mau-maunya pak KH Fakhruddin berangkat, wong yang dekat saja tidak berangkat”.

Tidak pernah marah apalagi dendam
Tugas beliau adalah berdakwah dan melayani umat. Sindiran, cacian dan lain sebagainya sudah menjadi makanan kesehariannya, namun hal yang menjadikan keluarga bangga adalah karena bapak tidak pernah marah dan putus asa, seperti mengurusi zakat fitrah yang katanya sisa berasnya dimakan sendiri, yang mengurusi akhirussanah madin katanya keuntungannya untuk sendiri.

Penulis : Rizal Maarif
Editor : Muhammad Asrofi

Sumber Referensi :

  1. Hasil wawancara dengan Bapak Masrokhan (salah satu dari tujuh putranya yang masih hidup). Kamis, 18 November 2022
  2. Hasil wawancara dengan Bapak Nikmarofik (salah satu dari tujuh putranya yang masih hidup). Kamis, 18 November 2022
Muhammad Asrofi

Manusia Biasa dari Kota Emping

Recent Posts

Pererat Tali Silaturrahim, Ansor Bawang Kunjungan ke Kantor Pusat Ansor dan PBNU

NU BatangPimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan Bawang Kabupaten Batang memperkuat hubungan…

5 hari ago

Ansor Limpung Siapkan Kaderisasi Intensif, PKD dan Diklatsar Digelar Juni Ini

Limpung, NU BatangPimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Cabang Limpung mengumumkan agenda kaderisasi…

2 minggu ago

Pimpinan Ranting GP Ansor Rowosari Gelar Selapanan Rutin

Limpung, NU BatangPimpinan Ranting (PR) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Rowosari kembali menyelenggarakan kegiatan Selapanan rutin…

2 minggu ago

Pelantikan Bersama, NU Bawang Siap Menjalankan Program Memuliakan Umat

Bawang, NU BatangMajelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) dan badan otonom (banom) NU Kecamatan…

2 minggu ago

Dokumentasi Konfercab XVIII NU Batang

Konferensi Cabang (Konfercab) XVIII NU Batang menjadi tonggak bersejarah dalam perjalanan NU Batang yang telah…

2 minggu ago

PK PMII SHS Batang Resmi Dilantik, NU Batang Dukung Dirikan PC PMII Batang

Pelantikan PK PMII Syech Hasan Surgi UNIS

3 minggu ago