Di era millenial ini kedigdayaan Pancasila sebagai ideologi Negara Republik Indonesia sedang diuji, eksistensi ideologi Pancasila yang bertahan sejak tanggal 1 Juni 1945 sampai sekarang ini mendapatkan serangan dari berbagai kelompok radikal yang mengusung konsep ideologi bernama khilafah seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Organisasi terlarang yakni, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Kelompok Islam yang sering menyebut warga negara Indonesia (WNI) non muslim dengan sebutan kafir ini beranggapan bahwa Pancasila yang menyebabkan carut marut yang terjadi saat ini, mereka juga beranggapan bahwa Pancasila sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan di Indonesia, karena itu mereka ingin menggantinya dengan sistem khilafah.
Penyebaran virus khilafah dikemas dengan gaya yang kekinian, sehingga dengan bantuan media digital khilafah dengan jargon hijrah nya menjadi tren anak muda terutama pelajar yang saat ini disebut sebagai generasi milenial karena mereka sangat akrab dengan konten-konten media sosial. Dan strategi mereka ini cukup sukses mempengaruhi sebagian masyarakat terutama pelajar di daerah perkotaan.
Ketika orang-orang yang menyerukan khilafah itu ditanya, apakah mereka ingin mengganti Pancasila? Mungkin mereka bisa mengelak dengan beralasan kalau sistem khilafah hanyalah sebuah gagasan pendapat atau ide, dan setiap Warga Negara Indonesia (WNI) punya hak dan kebebasan untuk menyuarakan ide tersebut. Namun, jika ideologi khilafah tersebut telah mengakar di hati dan fikiran masyarakat Indonesia akan memicu tindakan makar terhadap pemerintahan Indonesia yang sah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, karena mereka sangat terobsesi untuk mewujudkan gagasan tersebut.
Fakta di lapangan kelompok ini selalu membuat kericuhan, memecah belah masyarakat, senang mengkritik pemerintah dengan kalimat-kalimat rasis dan perilaku yang tidak santun seperti mengancam, meneror, bahkan secara terang-terangan ingin melawan pemerintah. Menurut Wiranto , menteri koordinator politik, hukum dan HAM (Menkopolhukam) Republik Indonesia 2014-2019, ideologi khilafah itu bersifat transnasional. Artinya berorientasi meniadakan nation state, untuk mendirikan Negara Islam dalam konteks luas (kompas.com). Dalam hal ini berarti sudah jelas, bahwa HTI wa akhwatuha berniat untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara Islam.
Jika pelajar generasi millenial terpengaruh ideologi khilafah, apa bahayanya?
Generasi millenial adalah generasi yang masih labil, mudah tersulut emosi, mudah terpengaruh, dan gampang terobsesi dengan sesuatu yang menurut mereka cocok. Hal ini terjadi karena masa muda adalah masa pencarian jati diri. Apabila yang merasuk ke dalam jiwa muda mereka adalah ideologi khilafah, sedangkan generasi millenial saat ini adalah generasi emas bangsa Indonesia yang akan datang, lalu siapa lagi yang mempertahankan keberadaan Pancasila di bumi Nusantara? Ini jelas menjadi ancaman NKRI, karena Pancasila adalah ideologi yang selama ini telah mempersatukan bangsa, dengan Pancasila masyarakat Indonesia yang berbeda ras, suku, dan agama ini berhasil bersatu padu mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari para penjajah.
Karena itulah sekolah menjadi sasaran utama kelompok radikal saat ini, karena pelajar merupakan pondasi masa depan, jika pondasi tersebut telah terpapar ideologi khilafah, maka bukan tidak mungkin dalam 20 tahun kedepan Pancasila musnah. Dilansir dari kompas.com, gubernur provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah menemukan tujuh kepala sekolah yang sudah terpapar paham radikalisme. Ia mengaku sudah mendapat laporan dari banyak tokoh agama dan masyarakat mengenai penanaman paham radikalisme di sekolah yang dilakukan sangat masif. Paham radikalisme ini ditularkan melalui mata pelajaran dan juga kegiatan ekstrakurikuler.
Pemerintah memang harus segera membersihkan sekolah dari ideologi radikal yang mengancam keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Tapi alangkah baiknya masyarakat pun harus turut berkontribusi untuk menyelesaikan masalah ini, karena Pancasila dan NKRI bukan hanya milik pemerintah, tetapi milik setiap warga negara Indonesia.
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi yang mengedepankan politik kebangsaan, politik kerakyatan dan etika berpolitik. Artinya, NU senantiasa terus berkomitmen membantu pemerintah untuk menjaga keutuhan bangsa, senantiasa berperan aktif dalam membentuk kader yang militan kepada Indonesia. Serta turut berusaha menanamkan ke dalam diri warga NU secara khusus dan masyarakat secara umum untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang beraneka ragam suku dan budaya.
Di dalam tubuh NU, terdapat badan otonom (Banom) yang berfungsi menggerakkan kebijakan NU di berbagai tingkatan. Di antaranya adalah organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPNU), sebuah organisasi kaderisasi keterpelajaran, kebangsaan, dan kemasyarakatan. IPNU-IPPNU merupakan organisasi pelaksana kebijakan NU di lingkungan pelajar. Sebagai panjang NU, IPNU-IPPNU juga memiliki tugas untuk menanamkan jiwa Patriotisme dan Nasionalisme di dalam diri para pelajar. Mengingat pelajar merupakan pondasi dan aset yang sangat berharga bagi negara.
Bagaimana cara IPNU-IPPNU menanamkan jiwa patriotisme dan nasionalisme kepada para pelajar?
Pertama, di setiap tahapan kaderisasi yang dijalankan seperti Masa Kesetiaan Anggota (Makesta), Latihan Kader Muda (Lakmud), dan Latihan Kader Utama (Lakut), IPNU-IPPNU selalu menggembleng pelajar untuk tidak lali wethon. Penulis berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tidak lali wethon adalah tidak melupakan asal muasal Indonesia bisa merdeka seperti sekarang, sejarah lahirnya Pancasila, penjelasan mengapa Indonesia tidak dibuat menjadi negara Islam, dan yang paling utama adalah sejarah tentang perjuangan ulama NU dalam resolusi jihad mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari para penjajah.
Wawasan Kebangsaan sangat penting disampaikan kepada para pelajar, karena pelajar harus sadar dan benar-benar mempunyai keyakinan akan kesaktian Pancasila yang mampu menyatukan jutaan masyarakat yang berasal dari suku, agama, dan ras yang berbeda. Mengingat radikalisme yang saat ini masif merongrong ideologi pelajar di sekolah, dengan virus khilafah.
Kedua, IPNU-IPPNU selalu mendorong kepada pelajar untuk lebih dekat dengan ulama NU. Karena jiwa Nasionalisme dan Patriotisme ulama NU kepada Indonesia dari dulu sampai sekarang sangat besar. Contohnya seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Wakhid Hasyim, KH. Abdurrahman Wakhid, KH. Maimoen Zubair, Maulana Habib Luhfi bin Yahya Pekalongan, KH. Mushtofa Bisri, KH. Ma’ruf Amin, KH. Ahmad Muwafiq dan masih banyak ulama yang lainnya. Penulis beranggapan apabila ada kelompok yang ingin menghancurkan Indonesia, mereka akan lebih dulu menyerang NU. Faktanya sekarang, NU sedang di cecar berbagai macam serangan dari kelompok-kelompok radikal.
IPNU-IPPNU adalah Pelajar Pancasila yang tak hanya melestarikan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, akan tetapi juga mencetak kader Pelajar Pancasila. Mengapa harus IPNU-IPPNU? Karena hanya melalui IPNU-IPPNU lah Aswaja dan Ke NU an yang di wariskan oleh pendiri NU bisa masuk ke SMP, SMA, dan SMK. Sehingga tidak akan ada lagi sekolah atau siswa yang terpapar aliran radikalisme seperti khilafah. Jika KH. Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa orang yang memperjuangkan NU akan diakui sebagai santrinya dan di doakan masuk surga. Penulis mengatakan jika seorang pelajar berkhidmah di organisasi IPNU-IPPNU, maka ia sama dengan mengobarkan semangat resolusi Jihad jilid dua, jihad yang dimaksud bukan dengan senjata, tetapi jihad bil ilmi dan jihad bi ta’allum agar ideologi Pancasila yang tertanam kokoh di benak pelajar tidak tergoyahkan dan tidak oleng akibat terserang virus radikal. Dan setiap orang yang mati dalam keadaan jihad, dijamin Allah masuk surga.
Di tulis Ahmad Syarif, Mahasiswa Program Studi Ilmu Falak, UIN Walisongo Semarang
Sumber : https://pelajarkudus.com/peran-ipnu-ippnu-sebagai-pelajar-pancasila-1992